E K
S E P
S I
Dalam
Perkara Pidana No:43/Pid. B/2015/PN. Mdo.
Atas
Nama Terdakwa
HENDRIK MEINDER NELWAN
D
I
A
J
U
K
A
N
O
L E H :
LAW
OFFICE LAW OFFICE”GRACIA”
DI
PENGADILAN NEGERI MANADO.
Tanggal,
5 Maret Tahun 2015.
I. PENDAHULUAN
Majelis
Hakim Yang Mulia,
Jaksa
Penuntut Umum yang terhormat,
Sidang
Yang Kami Muliakan.
Pertama-tama izinkanlah kami
mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kekuatan dan perlindungan bagi kita semua dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawab profesi kita masing-masing.
Setelah
kami mendengar dan membaca Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan pada sidang tanggal 26 Februari
2015, terhadap Terdakwa: HENDRIK MEINDER NELWAN, Pekerjaan Tukang
Kayu, Umur 51 Tahun, Tempat Tinggal di Lingkungan VI, Kelurahan Tingkulu,
Kecamatan Wanea, Kota Manado, maka sekarang adalah giliran Kami Penasihat Hukum
Terdakwa untuk memberikan pendapat mengenai apakah surat dakwaan Jaksa Penuntut
Umum ini telah memenuhi azas dan ketentuan hukum untuk mendudukkan MEINDER HENDRIK NELWAN sebagai Terdakwa
dan sekaligus menjadi dasar pedoman
untuk memeriksa dalam persidangan nanti, yakni untuk menentukan apakah Ia telah
melakukan tindak pidanan sebagaimana dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa telah didakwa melakukan “Perbuatan
dengan sengaja memakai suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu yang isinya tidak sejati atau
dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian”
sehingga di dakwa dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 266 ayat (2)
KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dakwaan
Subsidair, Kesatu : melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHP, Kedua : melanggar Pasal 263
ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Lebih Subsidair melanggar
Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Persidangan yang terhormat,
Dengan
dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum seperti diatas, maka sangatlah
dimungkinkan Majelis Hakim Yang Mulia akan menghukum Terdakwa dan sangat sulit
dimungkinkan untuk membebaskan Terdakwa dari dakwaan-dakwaan yang berlapis
diatas, sehingga dilihat dari ancaman hukumannya, maka Terdakwa dimungkinkan
untuk dihukum oleh Majelis Hakim Yang Mulia dengan ancaman hukaman maksimal 7 tahun
atau 6 tahun (vide Pasal 266 Jo. Pasal
263 KUHP), jadi dilihat dari perspektif ancaman hukumannya ini adalah suatu
perbuatan pidana yang sangat serius yang dilakukan oleh Terdakwa. Sebab olah-olah
digambarkan dengan demikian hebatnya Terdakwa yang pekerjaannya hanya tukang
kayu dan hanya mengenyam pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP), telah digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum
seperti seorang ahli mampu membuat atau
menyuruh membuat “suatu akta” yang seolah-olah isinya tidak sejati, seolah-olah
benar dan tidak palsu, yang dapat menimbulkan kerugian materi bagi PT. PLN
Persero (Pusat) di Jakarta Cq. Kepala
PT. PLN Persero Wilayah VII Sulutteng di Manado Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah
VII Sektor Minahasa di Tondano Cq. Kepala PLTA Tonsea Lama, Kecamatan Air
Madidi, Kabupaten Minahasa.
Persidangan yang Kami muliakan,
Dengan
gambaran singkat yang Kami uraikan diatas, salah satu pokus utama yang Kami
harapkan tidak lain dan tidak bukan agar sejak awal persidangan yang dipimpin
Oleh Majelis Hakim Yang Mulia ini dapat dengan cermat dan bijaksana bisa
menggali dan menemukan hukum yang seadil-adilnya bagi Terdakwa sebagai perwakilan dari ahli 3 (tiga) orang waris
Penggugat dari perkara ini ( 2 orang sudah meninggal dunia) yang telah
memperjuangkan kepentingan hukum semua
ahli waris dari alm. Hendrik Nelwan
dari tahun 2001 hingga sampai saat ini yang tidak ada ujungnya, karena pokok
perkara perdata “kepemilikan” di Pengadilan Negeri sampai putusan Peninjauan Kembali
telah dimenangkan oleh ahli waris, demikian pula perlawanan eksekusi dari
Pengadilan Negeri sampai Peninjauan Hukum Kembali di Mahkamah Agung RI juga telah
dimenangkan oleh ahli waris. Dengan paparan ini Kita berharap Majelis Hakim
Yang Mulia dapat melihat, menelaah, dengan seksama dan bijaksana dan
selanjutnya kelak dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam perkara
pidana ini, dengan catatan eksepsi Kami sebagai berikut:
1. Keberatan Pertama Surat
Dakwaan Obscuur Libel, Tidak Jelas Dan
Kabur
Majelis
Hakim Yang Terhormat,
Bahwa
secara konkrit syarat materil dalam menyusun Surat Dakwaan ditentukan dalam Pasal
143 ayat 2 hurup b KUHAP yang
berbunyi;”....uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwa dengan menyebutkan waktu dan tempat tempat pidana itu
dilakukan...”. Bahwa apabila waktu dan tempat pidana yang dilakukan oleh
Terdakwa tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap , maka menurut ketentuan
Pasal 143 ayat (3) KUHAP , dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum, yang
bunyi lengkapnya sebagai berikut”.....3. Surat dakwaan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf b batal demi hukum....”.
Dalam
surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM-16/M.
Ndo/Ep.2/02/2015, tanggal 03 Februari 2015, catatan Kami Penasihat Hukum
Terdakwa terdapat hal-hal yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap
sebagai berikut:
1) Dalam
surat dakwaan pada halaman 2 baris ke-7 tertulis”.....tanah dilokasi yang
dkuasai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) PLN Persero adalah milik
orang tua Terdakwa...”
2) Dalam
surat dakwaan pada halaman 2 baris ke- 32 tertulis “....untuk mengetahui apakah
hukum tua pada tahun 1920 yang bertanda
tangan berhak untuk membuat arsip statuta objek dan konteks objek.....”.
3) Dalam
surat dakwaan pada halaman 3 baris ke-12 tertulis “....UU No. 5 Tahun 1960
Tentang Pertanahan atau Agraria dan...PP No. 24 Tahun 1979...”
Dengan
demikian berdasarkan ketiga alasan-alasan yang diuraikan diatas dalam surat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang Kami konstatir terdapat kesalahan atau kekeliruan
mendudukkan legal standing Terdakwa dan dihubungkan dengan objek perkara tanah aquo
(tanah yang dikuasai PLTA Tonsea Lama) yang menyebutkan milik orang tua Terdakwa, maka dakwaan Jaksa Penuntut
Umum yang demikian telah memasuki kualifikasi “uraian tidak cermat, tidak
jelas, dan tidak lengkap. Karena posisi hukum Terdakwa adalah ahli
waris dari alm. Hendrik Nelwan yaitu “nenek
dari Terdakwa” bukan orang tua Terdakwa.
Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum pada point kedua diatas menyebutkan
hukum tua tahun 1920 tanpa dapat menyebutkan “siapa nama pejabat hukum tua saat
itu”, demikian pula pada point ketiga yang keliru menuliskan UU No.5 Tahun 1960
Tentang Pertanahan atau Agraria, yang seharusnya/yang benar adalah UU Pokok Agraria, serta yang keliru
menyatakan PP No. 24 Tahun 1979, yang seharusnya/yang benar adalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Maka dengan adanya kekeliruan-kekeliruan dalam menuliskan norma sebuah Undang-undang
atau Peraturan Hukum adalah merupakan suatu kesalahan yang tidak dapat ditolerir,
sehingga dengan demikian dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini pula sama artinya
telah memasuki kualifikasi uraian tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap
yang menjadi alasan Surat Dakwaan batal demi hukum sebagaimana yang ditentukan
oleh Pasal 143 ayat 3 KUHAP tersebut diatas.[1]
2. Keberatan Kedua, Surat Dakwaan
Tidak Mencerminkan Syarat Materil
Tidak
ada persesuain antara Uraian dakwaan dengan Pasal yang didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum. Hal ini dapat lihat dari uraian dakwaan pada halaman 1 dan
halaman 2 pada baris kalimat terakhir yang diuraiakan dengan kalimat..”bahwa
dalam proses persidangan perkara perdata tersebut Terdakwa Hendrik Meinder
Nelwan bersama-sama dengan Pangemanan Nelwan dan Jantje Nelwan Korompis memberikan keterangan dan menyatakan bahwa
mereka adalah sebagai ahli waris atas kepemilikan tanah dilokasi tersebut, sehingga
untuk mendukung pembuktian atas hal tersebut Terdakwa Hendrik Meinder Nelwan
mengajukan bukti berupa Surat Garisan Tanah dari pendoedoek Tonsea Lama Art 6
dari Minahasa Landrete Regeling 11 September 1920 dengan nomor register 829
Folio 80 atas nama Hendrik Nelwan tahun
1920...”, dikaitkan dengan dakwaan melanggar Pasal 266 ayat 2 KUHP Jo Pasal 263
ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat ke-1
dakwaan seterusnya.
Maka
uraian dakwaan diatas jika dicermati dengan seksama dan cermat tidak ada
persesuaian dengan isi Pasal- pasal dakwaan diatas, atau dengan kata lain tidak
jelas baik wujudnya maupun kaitannya atau hubungannya dengan peristiwa apa yang
didakwakan. Salah satu bukti Pasal 266 ayat 2 KUHP yang didakwakan kepada
Terdakwa harus dapat digambarkan dulu “siapa yang membuat isi akta itu seolah-olah
palsu, atau siapa yang menyuruh memasukkan suatu keterangan kedalam akta itu
seolah-olah palsu alias tidak benar”. Rumusan ini seharusnya
tergambarkan dalam isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum, apakah itu perbuatan Terdakwa
atau orang lain??, apakah itu perbuatan orang lain membuat keterangan palsu
dalam suatu akta otentik dan diketehui Terdakwa dan digunakan oleh Terdakwa??,
Karena tegas ketentuan Pasal 266 ayat 1 KUHP yang isinya mengatakan; “ Barang siapa
menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai
sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,.....akta itu
seolah olah sesuai dengan kebenaran....dst”, kemudian dalam ayat 2 mengatakan “....barang siapa memakai akta
tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran...dst”.
Sehingga
jika unsur perbuatan membuat suatu keterangan dalam suatu akta seolah-olah
palsu tidak diketahui oleh Terdakwa siapa yang membuatnya, atau jika Terdakwa tahu
keterangan dalam akta itu seolah-olah palsu atau isinya tidak benar dan
digunakan oleh Terdakwa tidak dapat diuraikan dalam dakwaan Jaksa Penuntut
Umum, bagaimana mungkin Terdakwa dapat dikenakan melanggar Pasal 266 ayat 2
KUHP??. Bahkan lebih lanjut bagaimana mungkin Pasal 55 ayat 1 KUHP dikaitkan
dalam Pasal 266 ayat 2 KUHP diatas kalau dalam dakwaan tidak teruraikan dengan
jelas dan cermat siapa yang membuat akta autentik tersebut? Dan siapa pula yang
menyuruh membuatkan isi akte tersebut??kapan perbuatan tersebut dibuat dalam
akta autentik?. Dengan penjelasan yang demikian jika tidak dapat digambarkan mereka
yang melakukan itu siapa, atau mereka yang menyuruh melakukan itu siapa, dan
yang turut melakukan perbuatan itu siapa, maka surat dakwaan ini telah memenuhi
kekurangan syarat materil, mengakibatkan
surat dakwaan batal demi hukum. [2]
Menurut
Jonkers yang harus dimuat dalam surat dakwaan ialah selain dari perbuatan yang
sungguh-sungguh dilakukan bertentangan dengan hukum pidana juga harus memuat
unsur-unsur juridis kejahatan yang bersangkutan. [3]
3. Kebertan Ketiga, Peristiwa Yang Di
Dakwakan Jaksa Penuntut Umum Tidak Termasuk Ruang Lingkup Pidana.
Bahwa
dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dipersoalkan dan didalilkan adalah mengenai Surat Garisan Tanah dari
pendoedoek Tonsea Lama Art 6 dari Minahasa Landrete Regeling 11 September 1920
dengan nomor register 829 Folio 80 atas nama
Hendrik Nelwan tahun 1920, yang diragukan atau seolah-olah tidak benar
sesuai hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Mabes Polri Nomor LAB : 1218/DTF/2014,
tanggal 12 Mei 2014, ditambah lagi dengan alasan adanya data Arsip 1920 mengenai keterangan dari Gementearchief
Rotterdam (Kantor Arsip Kota Praja Rotterdam) pada tanggal 4 Juni 2013, adalah
bukan menjadi alasan atau persoalan ruang lingkup Pidana. Mengapa demikian? Karena
menyangkut alasan register 829 Folio 80
atas nama Hendrik Nelwan tahun 1920, dan
argumen telah dibayar ke Dewan Minahasa
sebagai dalil Pihak PT. PLN (Pusat) Persero di Tingkat Pengadilan Negeri
Manado, akan tetapi kenyataannya gugatan perdata Terdakwa dikabulkan sesuai
putusan No. 348/Pdt.G/2001/PN. Mdo, tanggal 14 Mei 2002 Jo. Putusan Pengadilan
Tinggi Manado No.196/Pdt/2002/PT. Mdo,
tanggal 27 Feb 2003 Jo. Putusan MA Reg. No. 2291 K/Pdt/2003 tanggal 15
April 2004, Jo. Putusan Peninjauan Kembali No. 91/PK/Pdt/2007 tanggal 19 Juni
2007, yang mana gugatan perdata Terdakwa tidak pernah kalah disemua tingkatan
peradilan sampai di tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI.
Dengan
demikian sengketa kepemilikan tanah warisan ahli waris Alm. Hendrik Nelwan yang
diajukan oleh ahli warisnya yang diwakili oleh Para Ahli Waris salah satu
Terdakwa telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti (inkract). Sehingga saat
Terdakwa mengajukan penetapan eksekusi timbulah perlawanan dari Pelawan (PT.
PLN (Pusat) Persero di Pengadilan Negeri Mando dengan dalil-dalil yang sama
menyangkut register ahli waris diatas, Perlawanan Pelawan ditolak oleh
Pengadilan Negeri Manado sesuai putusan No. 272/Pdt.G/2009/PN. Mdo, tanggal 10
Desember 2010, dikuatkan lagi oleh putusan Pengadilan Tinggi Manado No.
10/Pdt/2011/PT. Mdo, tanggal 8 Maret 2011, dikuatkan lagi oleh Putusan Kasasi
MA No. 3080 K/Pdt/2011, tanggal 12 September 2012. Kemudian saat Pihak PT. PLN
(Pusat) Persero mengajukan perlawanan dalam tahap Peninjauan Kembali telah
diajukan alasan-alasan hukum adanya bukti baru berupa novum yaitu hasil
pemeriksaan Laboratorium Forensik Mabes Polri Nomor LAB : 1218/DTF/2014,
tanggal 12 Mei 2014, ditambah lagi dengan alasan adanya data Arsip 1920 mengenai keterangan dari Gementearchief
Rotterdam (Kantor Arsip Kota Praja Rotterdam) pada tanggal 4 Juni 2013, yang
telah diterima oleh Mahkamah Agung RI pada 8 Oktober 2014 dan atas PK ini telah diputus
oleh Mahkamah Agung RI pada tanggal 14
Januari 2015 dengan menolak perlawanan pihak PT. PLN (Pusat) Persero. Sehingga
dengan demikian maka novum diatas PK telah ditolak oleh Mahkamah Agung RI.
Maka
dengan demikian jelaslah sampai 2 (dua) kali putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung yang dimenangkan oleh ahli waris Alm. Hendrik Nelwan melalui
gugatan Terdakwa jelas sudah tidak terbantahkan lagi kekuatan hukum hak-hak
ahli waris yang harus dibayar oleh PT. PLN (Pusat) Persero melalui eksekusi
riil pembayaran sesuai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
4. Keberatan
Ke empat, Adanya Laporan Pidana Atas Register Tanah Alm. Hendrik Nelwan di
Polda Sulut ditetapkan dengan SP3.
Bahwa sebelumnya telah ada Laporan Polisis No.
Pol : LP/249/XII/2009, tanggal 17 Desember 2009, menyangkut alasan register 829 Folio 80 atas nama almarhum
Hendrik Nelwan tahun 1920, kepada Terdakwa sebagai Terlapor oleh Pelapor
saudara RONNY TUMENGKOL, yang laporannya
tidak ada bedanya dengan laporan pidana PT. PLN (Pusat) Persero di Polda Sulut,
akan tetapi oleh Polda Sulut pada tanggal 13 Oktober 2011 melalui Pemberitahuan
Perkembangan Penyidikan telah menghentikan laporan tersebut. Sehingga
menimbulkan pertanyaan besar mengapa laporan PT. PLN (Pusat) Persero diterima
oleh Polda dan bisa dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum sampai persidangan
saat ini? Pada hal selama pembuktian persidangan perdata tidak ada bukti
sehelai lembar pun kalau PT. PLN (Pusat)
Persero di Jakarta Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sulutteng di Manado
Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sektor Minahasa di Tondano Cq. Kepala
PLTA Tonsea Lama, Kecamatan Air Madidi, Kabupaten Minahasa telah melepaskan hak
milik adat dari Almarhum Hendrik Nelwan, atau bukti lainnya.
Menyangkut
dalil dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan adanya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UU
Pokok Agraria dan PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah perlu
dijelaskan bahwa Pasal 5 UU Pokok Agraria berbunyi;”Hukum agraria yang berlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum nasional dan negara...dst”. Sehingga dengan demikian eksistensi
tanah hak milik adat di Minahasa (dikenal dengan tanah pasini) diakui dan
dilindungi oleh UU Pokok Agraria, walaupun itu belum didaftarkan haknya sesuai
PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah. Sehingga dengan demikian hak milik adat
almarhum Hendrik Nelwan yang terdaftar dalam buku register 1920, dengan alasan
karena Indonesia telah mempunyai pemerintahan yang sah sejak tanggal 17 Agustus
1945 bukan menjadi alasan hilangnya hak milit adat nenek Terdakwa yang diwarisi
oleh ahli warisnya, justru sebaliknya adanya pengakuan dan perlindungan negara
terhadap hak-hak milik adat warga negaranya yang telah dimiliki sejak Jaman
Kolonial Belanda, Jaman Penjajahan Jepang sampai berdirinya negara NKRI ini,
sehingga tidak dikenal azas nasionalisasi terhadap hak-hak milik penduduk
Indonesia asli.
II. KESIMPULAN
DAN PERMOHONAN
Majelis Hukim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas
Kami Penasihat Hukum Terdakwa berkesimpulan sebagai berikut:
1. Menerima eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa
dengan alasan-alasannya.
2. Menyatakan bahwa Surat Dakwaan ternyata tidak
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP yaitu
“tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap karena rumusannya tidak akurat,
meragukan dan kontradiktif.
3. Menyatakan bahwa peristiwa yang didakwakan
oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya adalah peristiwa perdata dan
tidak mengandung muatan tindak pidana.
4. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum Nomor Reg.
Perkara:PDM-16/M.Ndo/Ep.2/02/2015, tanggal 03 Februari 2015 yang dibacakan
dalam sidang tanggal 26 Februari 2015 adalah batal demi hukum.
5. Mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa
Penuntut Umum.
6. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai orang yang tidak bersalah yang telah
dicemarkan nama baiknya oleh adanya penuntutan Jaksa Penuntut Umum ini.
Selanjutnya
kami serahkan nasib Terdakwa kepada Majelis Hakim Yang Mulia.
Hormat
Kami
PEMBELA
TERDAKWA
Law
Office “Gracia”.
ALISATI
SIREGA, SH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar