Rabu, 10 Agustus 2016

E  K  S  E  P  S  I
Dalam Perkara Pidana No:43/Pid. B/2015/PN. Mdo.
Atas Nama Terdakwa
HENDRIK MEINDER NELWAN


D
I
A
J
U
K
A
N

O L E H :

LAW  OFFICE LAW OFFICE”GRACIA”
DI PENGADILAN  NEGERI MANADO.
Tanggal, 5 Maret  Tahun 2015.


I.  PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang  terhormat,
Sidang Yang Kami Muliakan.

Pertama-tama izinkanlah kami mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kekuatan dan perlindungan bagi kita semua dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesi kita masing-masing.
Setelah kami mendengar dan membaca Dakwaan Jaksa Penuntut Umum  yang dibacakan pada sidang tanggal 26 Februari 2015, terhadap Terdakwa: HENDRIK MEINDER NELWAN, Pekerjaan Tukang Kayu, Umur 51 Tahun, Tempat Tinggal di Lingkungan VI, Kelurahan Tingkulu, Kecamatan Wanea, Kota Manado, maka  sekarang adalah giliran Kami Penasihat Hukum Terdakwa untuk memberikan pendapat mengenai apakah surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini telah memenuhi azas dan ketentuan hukum untuk mendudukkan MEINDER HENDRIK NELWAN sebagai Terdakwa dan sekaligus  menjadi dasar pedoman untuk memeriksa dalam persidangan nanti, yakni untuk menentukan apakah Ia telah melakukan tindak pidanan sebagaimana dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terdakwa telah didakwa melakukan “Perbuatan dengan sengaja memakai suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu yang isinya tidak sejati atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian” sehingga di dakwa dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dakwaan  Subsidair, Kesatu : melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Kedua : melanggar Pasal 263  ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Lebih Subsidair melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Persidangan yang terhormat,
Dengan dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum seperti diatas, maka sangatlah dimungkinkan Majelis Hakim Yang Mulia akan menghukum Terdakwa dan sangat sulit dimungkinkan untuk membebaskan Terdakwa dari dakwaan-dakwaan yang berlapis diatas, sehingga dilihat dari ancaman hukumannya, maka Terdakwa dimungkinkan untuk dihukum oleh Majelis Hakim Yang Mulia dengan ancaman hukaman maksimal 7 tahun atau 6 tahun    (vide Pasal 266 Jo. Pasal 263 KUHP), jadi dilihat dari perspektif ancaman hukumannya ini adalah suatu perbuatan pidana yang sangat serius yang dilakukan oleh Terdakwa. Sebab olah-olah digambarkan dengan demikian hebatnya Terdakwa yang pekerjaannya hanya tukang kayu dan hanya mengenyam pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP),  telah digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum seperti seorang ahli  mampu membuat atau menyuruh membuat “suatu akta” yang seolah-olah isinya tidak sejati, seolah-olah benar dan tidak palsu, yang dapat menimbulkan kerugian materi bagi PT. PLN Persero (Pusat)  di Jakarta Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sulutteng di Manado Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sektor Minahasa di Tondano Cq. Kepala PLTA Tonsea Lama, Kecamatan Air Madidi, Kabupaten Minahasa.  
Persidangan yang Kami muliakan,
Dengan gambaran singkat yang Kami uraikan diatas, salah satu pokus utama yang Kami harapkan tidak lain dan tidak bukan agar sejak awal persidangan yang dipimpin Oleh Majelis Hakim Yang Mulia ini dapat dengan cermat dan bijaksana bisa menggali dan menemukan hukum yang seadil-adilnya bagi Terdakwa sebagai  perwakilan dari ahli 3 (tiga) orang waris Penggugat dari perkara ini ( 2 orang sudah meninggal dunia) yang telah memperjuangkan kepentingan hukum semua ahli waris dari alm. Hendrik Nelwan dari tahun 2001 hingga sampai saat ini yang tidak ada ujungnya, karena pokok perkara perdata “kepemilikan” di Pengadilan Negeri sampai putusan Peninjauan Kembali telah dimenangkan oleh ahli waris, demikian pula perlawanan eksekusi dari Pengadilan Negeri sampai Peninjauan Hukum Kembali di Mahkamah Agung RI juga telah dimenangkan oleh ahli waris. Dengan paparan ini Kita berharap Majelis Hakim Yang Mulia dapat melihat, menelaah, dengan seksama dan bijaksana dan selanjutnya kelak dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam perkara pidana ini, dengan catatan eksepsi Kami sebagai berikut:

1.      Keberatan Pertama Surat Dakwaan  Obscuur Libel, Tidak Jelas Dan Kabur
Majelis Hakim Yang Terhormat,
Bahwa secara konkrit syarat materil dalam menyusun Surat Dakwaan ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 hurup b KUHAP  yang berbunyi;”....uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwa dengan menyebutkan waktu dan tempat tempat pidana itu dilakukan...”. Bahwa apabila waktu dan tempat pidana yang dilakukan oleh Terdakwa tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap , maka menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP , dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum, yang bunyi lengkapnya sebagai berikut”.....3. Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (2) huruf b batal demi hukum....”.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM-16/M. Ndo/Ep.2/02/2015, tanggal 03 Februari 2015, catatan Kami Penasihat Hukum Terdakwa terdapat hal-hal yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagai berikut:
1)      Dalam surat dakwaan pada halaman 2 baris ke-7 tertulis”.....tanah dilokasi yang dkuasai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) PLN Persero adalah milik orang tua Terdakwa...”
2)      Dalam surat dakwaan pada halaman 2 baris ke- 32 tertulis “....untuk mengetahui apakah hukum tua  pada tahun 1920 yang bertanda tangan berhak untuk membuat arsip statuta objek dan konteks objek.....”.
3)      Dalam surat dakwaan pada halaman 3 baris ke-12 tertulis “....UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pertanahan atau Agraria dan...PP No. 24 Tahun 1979...”
Dengan demikian berdasarkan ketiga alasan-alasan yang diuraikan diatas dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang Kami konstatir terdapat kesalahan atau kekeliruan mendudukkan legal standing Terdakwa dan  dihubungkan dengan objek perkara tanah aquo (tanah yang dikuasai PLTA Tonsea Lama) yang menyebutkan milik orang tua Terdakwa, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang demikian telah memasuki kualifikasi “uraian tidak cermat, tidak jelas,  dan tidak lengkap.  Karena posisi hukum Terdakwa adalah ahli waris dari alm. Hendrik Nelwan yaitu “nenek dari Terdakwa” bukan orang tua Terdakwa.  Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum pada point kedua diatas menyebutkan hukum tua tahun 1920 tanpa dapat menyebutkan “siapa nama pejabat hukum tua saat itu”, demikian pula pada point ketiga yang keliru menuliskan UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pertanahan atau Agraria, yang seharusnya/yang benar adalah UU Pokok Agraria, serta yang keliru menyatakan PP No. 24 Tahun 1979, yang seharusnya/yang benar adalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.  Maka dengan adanya kekeliruan-kekeliruan  dalam menuliskan norma sebuah Undang-undang atau Peraturan Hukum adalah merupakan  suatu kesalahan yang tidak dapat ditolerir, sehingga dengan demikian dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini pula sama artinya telah memasuki kualifikasi uraian tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap yang menjadi alasan Surat Dakwaan batal demi hukum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 143 ayat 3 KUHAP tersebut diatas.[1]

2.      Keberatan Kedua, Surat Dakwaan Tidak Mencerminkan Syarat Materil
Tidak ada persesuain antara Uraian dakwaan dengan Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini dapat lihat dari uraian dakwaan pada halaman 1 dan halaman 2 pada baris kalimat terakhir yang diuraiakan dengan kalimat..”bahwa dalam proses persidangan perkara perdata tersebut Terdakwa Hendrik Meinder Nelwan bersama-sama dengan Pangemanan Nelwan dan Jantje Nelwan Korompis  memberikan keterangan dan menyatakan bahwa mereka adalah sebagai ahli waris atas kepemilikan tanah dilokasi tersebut, sehingga untuk mendukung pembuktian atas hal tersebut Terdakwa Hendrik Meinder Nelwan mengajukan bukti berupa Surat Garisan Tanah dari pendoedoek Tonsea Lama Art 6 dari Minahasa Landrete Regeling 11 September 1920 dengan nomor register 829 Folio 80 atas nama  Hendrik Nelwan tahun 1920...”, dikaitkan dengan dakwaan melanggar Pasal 266 ayat 2 KUHP Jo  Pasal 263  ayat 1 KUHP  Jo Pasal 55 ayat ke-1 dakwaan seterusnya. 
Maka uraian dakwaan diatas jika dicermati dengan seksama dan cermat tidak ada persesuaian dengan isi Pasal- pasal dakwaan diatas, atau dengan kata lain tidak jelas baik wujudnya maupun kaitannya atau hubungannya dengan peristiwa apa yang didakwakan. Salah satu bukti Pasal 266 ayat 2 KUHP yang didakwakan kepada Terdakwa harus dapat digambarkan dulu “siapa yang membuat isi akta itu seolah-olah palsu, atau siapa yang menyuruh memasukkan suatu keterangan kedalam akta itu seolah-olah palsu alias tidak benar”. Rumusan ini seharusnya tergambarkan dalam isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum, apakah itu perbuatan Terdakwa atau orang lain??, apakah itu perbuatan orang lain membuat keterangan palsu dalam suatu akta otentik dan diketehui Terdakwa dan digunakan oleh Terdakwa??, Karena tegas ketentuan Pasal 266 ayat 1 KUHP  yang isinya mengatakan; “ Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,.....akta itu seolah olah sesuai dengan kebenaran....dst”, kemudian dalam ayat 2  mengatakan “....barang siapa memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran...dst”.
Sehingga jika unsur perbuatan membuat suatu keterangan dalam suatu akta seolah-olah palsu tidak diketahui oleh Terdakwa siapa yang membuatnya, atau jika Terdakwa tahu keterangan dalam akta itu seolah-olah palsu atau isinya tidak benar dan digunakan oleh Terdakwa tidak dapat diuraikan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, bagaimana mungkin Terdakwa dapat dikenakan melanggar Pasal 266 ayat 2 KUHP??. Bahkan lebih lanjut bagaimana mungkin Pasal 55 ayat 1 KUHP dikaitkan dalam Pasal 266 ayat 2 KUHP diatas kalau dalam dakwaan tidak teruraikan dengan jelas dan cermat siapa yang membuat akta autentik tersebut? Dan siapa pula yang menyuruh membuatkan isi akte tersebut??kapan perbuatan tersebut dibuat dalam akta autentik?. Dengan penjelasan yang demikian jika tidak dapat digambarkan mereka yang melakukan itu siapa, atau mereka yang menyuruh melakukan itu siapa, dan yang turut melakukan perbuatan itu siapa, maka surat dakwaan ini telah memenuhi kekurangan  syarat materil, mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. [2]
Menurut Jonkers yang harus dimuat dalam surat dakwaan ialah selain dari perbuatan yang sungguh-sungguh dilakukan bertentangan dengan hukum pidana juga harus memuat unsur-unsur juridis kejahatan yang bersangkutan. [3]

3.      Kebertan Ketiga, Peristiwa Yang Di Dakwakan Jaksa Penuntut Umum Tidak Termasuk Ruang Lingkup Pidana.
Bahwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dipersoalkan dan didalilkan  adalah mengenai Surat Garisan Tanah dari pendoedoek Tonsea Lama Art 6 dari Minahasa Landrete Regeling 11 September 1920 dengan nomor register 829 Folio 80 atas nama  Hendrik Nelwan tahun 1920, yang diragukan atau seolah-olah tidak benar sesuai hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Mabes Polri Nomor LAB : 1218/DTF/2014, tanggal 12 Mei 2014, ditambah lagi dengan alasan adanya data Arsip 1920  mengenai keterangan dari Gementearchief Rotterdam (Kantor Arsip Kota Praja Rotterdam) pada tanggal 4 Juni 2013, adalah bukan menjadi alasan atau  persoalan  ruang lingkup Pidana. Mengapa demikian? Karena menyangkut  alasan register 829 Folio 80 atas nama  Hendrik Nelwan tahun 1920, dan argumen telah dibayar ke Dewan Minahasa  sebagai dalil Pihak PT. PLN (Pusat) Persero di Tingkat Pengadilan Negeri Manado, akan tetapi kenyataannya gugatan perdata Terdakwa dikabulkan sesuai putusan No. 348/Pdt.G/2001/PN. Mdo, tanggal 14 Mei 2002 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Manado No.196/Pdt/2002/PT. Mdo,  tanggal 27 Feb 2003 Jo. Putusan MA Reg. No. 2291 K/Pdt/2003 tanggal 15 April 2004, Jo. Putusan Peninjauan Kembali No. 91/PK/Pdt/2007 tanggal 19 Juni 2007, yang mana gugatan perdata Terdakwa tidak pernah kalah disemua tingkatan peradilan sampai di tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI.
Dengan demikian sengketa kepemilikan tanah warisan ahli waris Alm. Hendrik Nelwan yang diajukan oleh ahli warisnya yang diwakili oleh Para Ahli Waris salah satu Terdakwa telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti (inkract). Sehingga saat Terdakwa mengajukan penetapan eksekusi timbulah perlawanan dari Pelawan (PT. PLN (Pusat) Persero di Pengadilan Negeri Mando dengan dalil-dalil yang sama menyangkut register ahli waris diatas, Perlawanan Pelawan ditolak oleh Pengadilan Negeri Manado sesuai putusan No. 272/Pdt.G/2009/PN. Mdo, tanggal 10 Desember 2010, dikuatkan lagi oleh putusan Pengadilan Tinggi Manado No. 10/Pdt/2011/PT. Mdo, tanggal 8 Maret 2011, dikuatkan lagi oleh Putusan Kasasi MA No. 3080 K/Pdt/2011, tanggal 12 September 2012. Kemudian saat Pihak PT. PLN (Pusat) Persero mengajukan perlawanan dalam tahap Peninjauan Kembali telah diajukan alasan-alasan hukum adanya bukti baru berupa novum yaitu hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Mabes Polri Nomor LAB : 1218/DTF/2014, tanggal 12 Mei 2014, ditambah lagi dengan alasan adanya data Arsip 1920  mengenai keterangan dari Gementearchief Rotterdam (Kantor Arsip Kota Praja Rotterdam) pada tanggal 4 Juni 2013, yang telah diterima oleh Mahkamah Agung RI pada  8 Oktober 2014 dan atas PK ini telah diputus oleh Mahkamah Agung RI pada tanggal 14 Januari 2015 dengan menolak perlawanan pihak PT. PLN (Pusat) Persero. Sehingga dengan demikian maka novum diatas PK telah ditolak oleh Mahkamah Agung RI.
Maka dengan demikian jelaslah sampai 2 (dua) kali putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang dimenangkan oleh ahli waris Alm. Hendrik Nelwan melalui gugatan Terdakwa jelas sudah tidak terbantahkan lagi kekuatan hukum hak-hak ahli waris yang harus dibayar oleh PT. PLN (Pusat) Persero melalui eksekusi riil pembayaran sesuai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
4.  Keberatan Ke empat, Adanya Laporan Pidana Atas Register Tanah Alm. Hendrik Nelwan di Polda Sulut ditetapkan dengan SP3.
 Bahwa sebelumnya telah ada Laporan Polisis No. Pol : LP/249/XII/2009, tanggal 17 Desember 2009, menyangkut  alasan register 829 Folio 80 atas nama almarhum Hendrik Nelwan tahun 1920, kepada Terdakwa sebagai Terlapor oleh Pelapor saudara RONNY TUMENGKOL,  yang laporannya tidak ada bedanya dengan laporan pidana PT. PLN (Pusat) Persero di Polda Sulut, akan tetapi oleh Polda Sulut pada tanggal 13 Oktober 2011 melalui Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan telah menghentikan laporan tersebut. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengapa laporan PT. PLN (Pusat) Persero diterima oleh Polda dan bisa dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum sampai persidangan saat ini? Pada hal selama pembuktian persidangan perdata tidak ada bukti sehelai  lembar pun kalau PT. PLN (Pusat) Persero di Jakarta Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sulutteng di Manado Cq. Kepala PT. PLN Persero Wilayah VII Sektor Minahasa di Tondano Cq. Kepala PLTA Tonsea Lama, Kecamatan Air Madidi, Kabupaten Minahasa telah melepaskan hak milik adat dari Almarhum Hendrik Nelwan, atau bukti lainnya.
Menyangkut dalil dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan adanya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UU Pokok Agraria dan PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah perlu dijelaskan bahwa Pasal 5 UU Pokok Agraria berbunyi;”Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan hukum nasional dan negara...dst”. Sehingga dengan demikian eksistensi tanah hak milik adat di Minahasa (dikenal dengan tanah pasini) diakui dan dilindungi oleh UU Pokok Agraria, walaupun itu belum didaftarkan haknya sesuai PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah.  Sehingga dengan demikian hak milik adat almarhum Hendrik Nelwan yang terdaftar dalam buku register 1920, dengan alasan karena Indonesia telah mempunyai pemerintahan yang sah sejak tanggal 17 Agustus 1945 bukan menjadi alasan hilangnya hak milit adat nenek Terdakwa yang diwarisi oleh ahli warisnya, justru sebaliknya adanya pengakuan dan perlindungan negara terhadap hak-hak milik adat warga negaranya yang telah dimiliki sejak Jaman Kolonial Belanda, Jaman Penjajahan Jepang sampai berdirinya negara NKRI ini, sehingga tidak dikenal azas nasionalisasi terhadap hak-hak milik penduduk Indonesia asli.

IIKESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Majelis Hukim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas Kami Penasihat Hukum Terdakwa berkesimpulan sebagai berikut:
1.    Menerima eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa dengan alasan-alasannya.
2.  Menyatakan bahwa Surat Dakwaan ternyata tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP yaitu “tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap karena rumusannya tidak akurat, meragukan dan kontradiktif.
3.    Menyatakan bahwa peristiwa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya adalah peristiwa perdata dan tidak mengandung muatan tindak pidana.
4.  Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum  Nomor Reg. Perkara:PDM-16/M.Ndo/Ep.2/02/2015, tanggal 03 Februari 2015 yang dibacakan dalam sidang tanggal 26 Februari 2015 adalah batal demi hukum.
5.   Mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum.
6.  Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai orang yang tidak bersalah yang telah dicemarkan nama baiknya oleh adanya penuntutan Jaksa Penuntut Umum ini.
Selanjutnya kami serahkan nasib Terdakwa kepada Majelis Hakim Yang Mulia.              
Hormat Kami
PEMBELA TERDAKWA
Law Office “Gracia”.


ALISATI SIREGA, SH.



[1] Luhut MP. Pangaribuan, “Hukum Acara Pidana” Djambatan, 2002, hlm. 36
[2]  M. Yahya Harahap “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHP” Sinar Grafika, 2007, hlm. 392.
[3] Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia” Sinar Grafika, 2005, hlm. 165

Tidak ada komentar:

Posting Komentar